Harapan dan cita-cita bukan tanpa tantangan dalam perjalanan sebagai bangsa dan negara. Indonesia Raya, “tanah surga” masih menyisahkan tantangan. Persoalan seperti fanatisme, radikalisme dan terorisme selalu tumbuh di tengah kebebasan dan keragaman agama yang mengakui bahwa agama tidak mengajarkan kekerasan, apalagi merampas hak Tuhan mencabut nyawa sesama manusia tak berdosa.
Wajah tanah air kita, “tanah surga” dan “kolam susu” sering menjadi “neraka” yang mencekam dan kolam berlumuran darah yang menyisahkan ketakutan pada anak-anak bangsa akibat fanatisme, premanisme, radikalisme dan terorisme. Korupsi, kolusi, nepotisme, ketidakadilan, diskriminasi, mafia, pelangaran HAM, masih menjadi “neraka” yang seram karena berdampak pada kemiskinan dan kesengsaraan anak-anak bangsa di tengah tanah air kita, “tanah surga”.
Ketika merdeka tahun 1945, Indonesia “tanah surga” memasuki era berbenah. Namun memasuki era Orde Baru, Indonesia “tanah surga” digenggam dan kuasai oleh seorang penguasa tunggal, Soeharto. Selama 30-an tahun Demokrasi Pancasila hanya sebuah pajangan yang kian usang dimakan usia.