
Solidaritas yang Hilang: Membaca Budaya Dodo dan Dunia Modern dalam Perspektif Emile Durkheim
Oleh Mario Oktavianus Magul, Mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Dalam konteks ini, individualisme tidakhanya sekadar menjadi pilihan pribadi, tetapi juga bentuk respons mereka atas sistem sosial yang tidak memberi ruang cukup bagi tumbuhnya nilai kebersamaan. Ketika hidup hanya dipandang sebagai perjuangan untuk bertahan, maka masuk akal jika mereka memilih untuk fokus pada dirinya sendiri. Dengan berlandaskan pada prinsip “asal cukup untuk hari ini” mereka lebih tertarik untuk berjuang sendiri ketimbang membangun kerja sama dengan sesama yang lain.Akhirnya, rasa saling percaya kian memudar, dan kerja sama seperti yang terjadi dalam budaya Dodo pun kian menjadi hal yang langka. Dalam hal ini, kita sebenarnya tidak sedang kekurangan tenaga atau kecakapan, tetapi hanya sekadar kekurangan rasa bersama.
Oleh sebab itu, di tengah situasi yang kian tak menentu semangat Dodo perlu kembali digaungkan. Ini tidak berarti bahwa kita harus memaksa mereka (para pekerja harian)untuk kembali hidup dalam tatanan yang berciri tradisional. Sebaliknya, kita dapat menciptakan ruang-ruang baru; baik secara fisik maupun emosionalsebagai tempat bagi mereka untuk saling mendukung dan bekerja sama tanpa merasa tertekan. Hal semacam itu dapat dilakukan dengan adanya pembentukan komunitas dengandinamika kerja sama yang jelas dan ruang percakapan sederhana yang dapat membangun rasa percaya di antara mereka.
