
Solidaritas yang Hilang: Membaca Budaya Dodo dan Dunia Modern dalam Perspektif Emile Durkheim
Oleh Mario Oktavianus Magul, Mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Namun, ketika kita bercermin dalam realitas dunia modern, kita diperhadapkan pada suatu gambaran yang sedikit berbeda. Pasalnya, masyarakat saat ini didasarkan pada pembagian kerja yang kompleks, sistem spesialisasi yang tinggi, dan pandangan yang beragam. Dalam perspektifEmile Durkheim, gambaran semacam ini sesungguhnya telah menjadi bagian dari solidaritas organik. Dalam solidaritas ini, konsep relasi sosial tidak lagi dibangun atas dasar kesamaan, tetapi karena saling membutuhkan dan bersifat fungsional. Dokter membutuhkan pasien, guru membutuhkan siswa, dan seterusnya. Kendati secara struktural mereka terlihat saling terhubung, di sisi lain, mereka sebenarnya justru tidak memiliki kedekatan emosional atau rasa tanggung jawab sosial yang mendalam. Persis, disinilah kita dapat melihat adanya sebuah transformasi nilai – dari yang sebelumnya didasari oleh nilai solidaritas mekanik, kini bergeser menjadi solidaritas organik.
Salah satu kelompok yang cukup terdampak oleh adanya transformasi ini adalah pekerja harian. Jenis kelompok ini sejatinya mencakup mereka yang bekerja tanpa kontrak yang tetap, dan dengan penghasilan yang tak menentu. Mereka hidup dalam tekanan ekonomi yang tinggi, dan pada saat yang sama, harus bersaing dengan sesama pekerja lainnyauntukmempertahankan hidup. Alih-alih membentuk jaringan solidaritas, mereka justru terjebak dalam sikap individualis: menjaga jarak, enggan berbagi informasi kerja, dancenderung memandang sesama pekerja sebagai pesaing, bukan rekan seperjuangan
