Sense Of Crisis dan Sense Of Belonging, Dari Natal Kristus Kepada Natal Kita
Oleh : Poya Hobamatan
Sense Of Crisis dan Sense Of Belonging: Sebuah Kebutuhan Vital Zaman Ini
Natal Kristus yang memancarkan sense of crisis dan sense of belonging Allah tampaknya menjadi kebutuhan vital dalam resolusi untuk menata kehidupan public yang lebih baik. Sebab sebelum sampai pada perayaan natal Kristus yang selalu berada di penghujung waktu, kepada public disajikan berbagai kisah yang justru tak memancarkan kerahiman, sense of crisis dan sense of belonging dari para pemangku kuasa publik.
Di Manggarai perjuangan atas tanah-tanah adat sebagai ekspresi junjungan terhadap martabat lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan seakan tak digubris. Di Lembata, penderitaan akibat erupsi Lewotolok justru diperparah oleh penguasa wilayah yang memilih menelantarkan pengungsi di rumah-rumah penduduk dengan alasan prosedur hukum dan tertib administrasi. Belum lagi isu honor eksekutf dan legilslatf yang begitu menjulang berbanding terbalik dengan kondisi masyarakatnya yang begitu menderita, apa lagi kenerja para pejabat dinilai oleh banyak pihak sebagai tak becus dan cederung korup. Demikian pula pemulangan para pengungsi yang terkesan tanpa persiapan yang matang dalam titik tilik multi dimensi; termasuk menjamurnya kehamilan anak di bawah umur akibat kekerasan seksual dari orang-orang terdekat, sebagai potret hancurnya tatanan moral keluarga, sebagaimana diwartakan Loka Wayan, di awal tahun 2021; memperlihatkan sebuah kondisi yang terbalik sebagaimana diperlihatkan Allah, yakni hilangnya kerahiman, sense of crisis dan sense of belonging dari para pemangku kuasa. Padahal sebelum kuasa itu diimplementasikan, seorang penguasa bersumpah untuk menjalaninya atas nama Allah.