
Semarak “Wagal” di Kampung Langgo Desa Wisata Wae Lolos
Memohon izin dan restu para leluhur agar semua orang yang hadir mengikuti acara adat itu dengan sukacita dan seluruh rangkaian acara adat dapat berjalan lancar dan aman.
Tahapan ritual adat dimulai dari tempat pekuburan leluhur. Kedua mempelai (Kornelia K. Dujum dan Petrus Kadir) didampingi keluarganya dan para tokoh adat setempat menggelar ritual adat “hising” di pekuburan leluhur mempelai wanita. Mereka menyalakan lilin seraya mendaraskan doa bersama. Mereka mengungkapkan niat dan harapan di atas pekuburan leluhur.
Dari pekuburan, kedua mempelai diantar ke Compang (mesbah) yang terletak di tengah kampung. Di tempat itu, para tokoh adat yang menjadi juru bicara secara bergantian menuturkan permohonan senada. Mereka duduk melingkari Compang sambil menyalakan lilin dan menyembelihkan seekor ayam jantan.
Setelah itu kedua mempelai diantar ke rumah adat (mbaru gendang). Rumah adat ini bersegi lima dan ditopang dengan satu tiang kayu bulat yang disebut “siri ngando” (tiang utama).
Mereka duduk bersila mengelilingi tiang rumah itu seraya mengungkapkan permohonan kepada roh leluhur dalam tuturan bahasa daerah setempat yang disampaikan oleh Tu’a golo (kepala kampung). Setelah itu menyembelih hewan kurban, yakni seekor ayam jantan berbulu putih melambangkan ketulusan hati mereka memohon izin dan restu para leluhur.