
Namun, sebagai manusia yang lemah dan memiliki keterbatasan, kita rapuh. Tidak sempurna. Memiliki karakter yang berbeda beda satu sama lainnya. Kita tentu, memiliki kelalaian dan ke khilafan, dalam berkomunikasi satu sama lainnya. Baik di rumah, di lingkungan kerja dan lingkungan yang lebih luas. Mungkin ada yang luka perasaan, dan luka sukma karena sikap dan tutur kata kita yang kurang santun. Melukai hati dan perasaan bagi sesama, mungkin kita sering sakit dan sakit hati yang mengganggu aktivitas rutinitas kita di tempat kerja. Ataukah, mungkin kita sering lalai dalam melaksanakan tugas kita sebagai seorang guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Dengan beraneka alasan yang mendasar. Ataupun ada unsur kesengajaan kita. Ataukah hanya berpikir tentang diri tanpa menghiraukan tugas komunitas yang heterogen.
Ataukah kita ditinggal pergi oleh orang-orang yang dikasihi, seperti saudara, saudari, orangtua, om tanta, dan sahabat kita?ataukah siswa siswi kita yang telah berpulang mendahului kita? Ini merupakan peristiwa alamiah dan so pasti , tidak bisa ditolak oleh kekuatan apa pun di atas muka bumi ini. Di samping itu, patut kita merefleksi atas kesuksesan dan kekurangan kita, seperti kata seorang filsuf tersohor( Yunani), Socrates, “Hidup untuk direfleksi, dan hidup tanpa refleksi hidup tidak bermakna”. Artinya, kita sudah mengisi hidup ini dengan refleksi-refleksi dan bermakna di atas perjuangan kita untuk melaksanakan tugas mulia kita di tahun 2021 di tengah masa pandemi covid-19 dengan penuh rasa tanggungjawab. Di tengah program Pembelajaran Tatap Muka terbatas(PTM) pada PPKM level empat, tiga, dan level dua saat ini. Kita tidak patah arang dan selalu penuh semangat dalam menjalankan tugas.