Selamat Datang Paus Fransiskus di Bumi  Pancasila  Bhineka Tunggal Ika

Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Alumnus IFTK Ledalero)

PEMIMPIN Tertinggi Gereja Katolik Sedunia yang juga Pemimpin Pemerintahan Negara Vatikan Sri Paus Fransiskus tiba di Jakarta Indonesia pada Selasa 3 September 2024 siang.

Paus Fransiskus merupakan Paus ketiga dari 266 paus yang pernah memimpin gereja katolik sejagat yang pernah mengunjungi Indonesia.

Dua paus sebelumnya yang pernah mengunjungi Indonesia yakni Paus Paulus VI yang mengunjungi Indonesia pada tanggal 3-4 Desember tahun 1970, dan Paus Yohanes Paulus II yang mengunjungi lima kota di Indonesia termasuk Kota Maumere pada 9 hingga 12 Oktober 1989.

Kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia, selain disambut sekitar 8,6 juta umat Katolik, juga para pemimpin bangsa dan agama juga turut menyambut kedatangan Sri Paus yang berasal dari Argentina itu.

Sesuai agenda, selama berada di Indonesia, Sri Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu Presiden RI Joko Widodo, bertatap muka para tokoh lintas agama, tatap muka dengan para uskup, para imam, para suster dan utusan dari 30-an keuskupan di Indonesia, dan memimpin misa pontifikal di Gelora Bung Karno pada 5 September 2024.

Kagumi Keberagaman  Indonesia

Paus Fransiskus memilih Indonesia sebagai salah satu lawatan kegembalaannya karena kecintaannya terhadap keberagaman (kebhinekaan) di Indonesia, baik dari  suku, agama, ras, maupun golongan.

“Indonesia negara yang hidup dalam keberagaman,” demikian alasan  Sri Paus Fransiskus yang ditanya alasannya memilih Indonesia sebagai salah satu negara dalam lawatannya pada bulan September 2024 ini.
Alasan yang dilontarkan Tahta Suci Vatikan ini menggambarkan betapa keberagaman di Indonesia membuat pelbagai elemen pemimpin dunia jatuh cinta, bahkan berupaya mengunjungi Persada Nusantara Pancasila Berbhineka Tunggal Ika ini.

Ya, Indonesia memang sangat beragam. Data menujukkan bahwa Negara yang memiliki 17.508 pulau ini dihuni 275,5 juta penduduk.

Bila tilik dari sisi agama yang dianut warga, maka diketahui sekitar 86% atau sekitar 236 juta  jiwa penduduknya bergama Islam. Disusul penduduk beragama Kristen Protestan sebesar 7,42% atau 20.722.154.

Sementara penduduk yang beragama Kristen Katolik sebanyak 8,6 juta atau 3,06%, disusul umat beragama Hindu sebanyak 4,67 juta atau 1,71%; penduduk yang beragama Buddha tercatat ada 2,02 juta jiwa atau 0,73%; dan penduduk yang beragama Konghucu  terdata 70.019 jiwa atau 0,03%.

Selain beragam dari sisi agama, Indonesia juga memiliki keberagaman dari sisi suku, adat, ras, dan golongan. Data menunjukkan bahwa NKRI yang memiliki luas 1.905 kilometer persegi dihuni 1.340 suku bangsa dan memiliki ribuan bahasa daerah.

BACA JUGA:
Paus Fransiskus Mendukung Penuh Digelarnya Konferensi Media Katolik di Vatikan oleh Anggota Asosiasi Pers Katolik

Bingkai keberagaman ini tentu sangat indah di mata siapa saja yang tulus dan ikhlas memaknai keberadaannya sebagai insan yang beragama (homo religius) dan insan ciptaan Tuhan yang berakal dan berbudi (ens rationale), termasuk Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sejagat Sri Paus Fransiskus.

Untuk maksud mulia ini, Sri Paus Fransiskus selama 4 hari lawatannya di Indonesia memaknai misi kegembalaan dan kenegaraannya itu dalam aneka acara kemanusiaan di antaranya berbicara dari hati ke hati dengan para tokoh lintas agama, dan mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden RI Jokowi.

Kita berharap agar dari pertemuan bermisi mulia ini mampu menggugah semua pihak, apa pun agamanya untuk sungguh memahami dan mengimplementasikan keberadaannya sebagai warga Negara Kesatuan RI yang Pancasila dan Berbhineka Tunggal Ika.

Hal yang Diharapkan Dari Kunjungan Sri Paus

Kita semua berharap agar kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia memberikan dampak positif bagi semua pihak, di antaranya agar kita insan bangsa apa pun agama, suku, dan golongannya untuk semakin membatin dan mengimplementasikan esensi kita sebagai warga negara di atas dasar kokoh Pancasila yang  berbhineka Tunggal Ika.

Kita, elemen warga bangsa apa pun agamanya tidak bersandiwara di balik kebhinekaan yang ada untuk bersikap egois, bertindak intoleran, menunjukkan radikalisme yang memenjarakan sesamanya sebagai insan beragama dan insan berakal budi di persada nusantara Pancasila Berbhineka Tunggal Ika ini.

Hemat saya, dalam kondisi ada pengakuan dari negara lain, termasuk Sri Paus Fransiskus yang mengagumi praktik keberagaman, termasuk keberagaman agama di Indonesia,  maka sudah seharusnya/necesarius semua elemen bangsa, termasuk tokoh dan pemimpin agama untuk tidak merusak citra bangsa yang berBhineka Tunggal Ika dengan memenjarakan sesama dengan tindakan melarang umat agama tertentu untuk melakukan ibadat dan atau melarang mendirikan rumah ibadat yang kasusnya ganti hari ganti gemala di beberapa daerah di Indonesia belakangan ini.

Pengakuan Sri Paus yang mengagumi keberagaman di Indonesia sarat makna. Di antaranya keberagaman  bukan sekadar soal pilihan tetapi lebih dari itu adalah soal kualitas diri dan kemanusiaan yang melampaui relasi yang ditakar dari sisi  suku, agama, ras dan golongan.

Relasi ini adalah sesuatu yang hakiki, yang tidak dapat  diganggugugat oleh siapa pun, termasuk petinggi negara dan bangsa mana pun. Konsekuensi dari pemikiran ini adalah agama, dan kemanusiaan dan segala implementasi konkretnya  bukan “barang rebutan” yang dapat perjualbelikan atau dipropagandakan yang mengundang korban jiwa atau korban kekerasan, apa pun bentuknya.

BACA JUGA:
Australia Kirim Dua Kapal Perang Bantu Cari KRI Nanggala-402

Sebab sadar atau pun tidak, pertarungan propaganda keagamaan yang  terlahir dari ketamakan hati untuk menguasai sesama akan terus mengobarkan kebencian dan balas dendam yang berkepanjangan dan tentu akan menciderai esensi kita sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan yang berbhineka Tunggal Ika.

Tanpa mengurangi sikap  antusiasme elemen bangsa lintas agama menyambut kedatangan Sri Paus Fransikus, timbul pertanyaan dalam benakku,  apa wujud konkret tanggung jawab kita (baca tokoh lintas agama) sebagai elemen bangsa pascakunjungan Sri Paus Fransiskus ini?

Pertanyaan ini bukan pelepasan bentuk ketidakpuasan terhadap praktik-praktik tak terpuju oknum-oknum yang mengaku beragama di negeri ini, yang sering memenjarakan sesama dengan sikap arogan melarang umat agama tertentu menjalankan praktik kebebasan beragama dan mendirikan bangunan rumah ibadat sekadar dijadikan medium untuk berjumpa Tuhan yang diimaninya?

Tanpa menutupi upaya baik pemerintah selama ini yang menjaga keberagaman dan memberi kemudahan kepada warganya untuk menjalankan keberadaannya sebagai insan Pancasila yang berbhineka Tunggal Ika, kita pun berani berkata bahwa masih ada kasus-kasus atas nama kerakusan oknum-oknum yang mengaku beragama yang menciderai keberadaan kita sebagai Insan Pancasila yang berbhineka Tunggal Ika.
Lihat saja bagaimana praktik-praktik tak terpuji segelintir orang beragama yang melarang kelompok agama tertentu yang sedang warga untuk menjalankan ibadat atau doa kepada Tuhan yang diimaninya di beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sumatera dalam beberapa tahun terakhir.

Di balik satu dua kasus minor di atas, alangkah damainya ada bersama kita sebagai warga negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan berbhineka Tunggal Ika, jika tiap-tiap kita bukan berbicara soal agama, tetapi bagaimana mengimplementasikan iman yang dihayatinya sesuai ajaran agamanya untuk kebaikan bersama (bonum commune) sebagai insan Pancasila yang berbhineka Tunggal Ika.

Semoga kedatangan Sri Paus Fransiskus semakin memberikan nilai plus dalam keseharian kita apa pun agama, suku, ras dan golongan yang melekat pada kita dalam satu semangat untuk memartabatkan manusia Indonesia yang ber-Pancasila dan Ber-Bhineka Tunggal Ika. Selamat datang Paus Fransiskus di Bumi Pancasila  Bhineka Tunggal Ika. Tuhan memberkati. ***

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More