Namun, medsos yang konon sejarahnya dimaksudkan untuk menenun bangunan sosial, saat ini justru tengah bertaburan dengan makian dan kata-kata dursila.
Bukan orang kecil seperti pak Agus, tapi orang-orang beken yang melulu menggoreng bahasa pedas tiap waktu. Pak Agus, seorang buruh tani yang tiap waktu berkalang tanah, justru masih punya pengharapan meskipun pengalaman hidupnya pernah dijejaki tragedi paling mengerikan dalam perjalan bangsa ini.
Sembari nyeruput kopi Bali, saya menyimak dan sesekali menimpali kisah hidupnya. Buat saya, masuk dalam obrolan itu adalah suatu penghargaan.
Sayang kalau melewatkan kebaikan hati orang tua ini yang telah memberi kami tempat bernaung. Saya yakin, mendengarkan adalah kanal yang membangkitkan perasaan lega bagi orang yang didengar. Buat saya sendiri, dibuka dengan kisah semacam itu, minat saya bukan sekedar mendengar, tetapi obrolan.
Dalam beberapa tegukan kopi pahit, kilas balik sejarah bangsa dan kehidupan keras seorang petani beraduk jadi satu. Entah kenapa kopi itu mendadak berubah rasa, jadi kopi sejarah yang kaya pelajaran. Terima kasih Kak Agus.