Segelas Kopi untuk Sejarah Bangsa

Oleh: Bernadinus Steni

Namun, medsos yang konon sejarahnya dimaksudkan untuk menenun bangunan sosial, saat ini justru tengah bertaburan dengan makian dan kata-kata dursila.

Bukan orang kecil seperti pak Agus, tapi orang-orang beken yang melulu menggoreng bahasa pedas tiap waktu. Pak Agus, seorang buruh tani yang tiap waktu berkalang tanah, justru masih punya pengharapan meskipun pengalaman hidupnya pernah dijejaki tragedi paling mengerikan dalam perjalan bangsa ini.

 

Sawah Jatiluwih | Foto pribadi

Sembari nyeruput kopi Bali, saya menyimak dan sesekali menimpali kisah hidupnya. Buat saya, masuk dalam obrolan itu adalah suatu penghargaan.

Sayang kalau melewatkan kebaikan hati orang tua ini yang telah memberi kami tempat bernaung. Saya yakin, mendengarkan adalah kanal yang membangkitkan perasaan lega bagi orang yang didengar. Buat saya sendiri, dibuka dengan kisah semacam itu, minat saya bukan sekedar mendengar, tetapi obrolan.

Dalam beberapa tegukan kopi pahit, kilas balik sejarah bangsa dan kehidupan keras seorang petani beraduk jadi satu. Entah kenapa kopi itu mendadak berubah rasa, jadi kopi sejarah yang kaya pelajaran. Terima kasih Kak Agus.

BACA JUGA:
Keseimbangan Ekologi dan Burung Pipit: Belajar dari Great Faminedi China
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More