
Sayap Sayap Garuda Antara Cidahu dan Depok
Oleh Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, pernah bekerja di Deutsche Welle di Koeln dan Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, sekarang tinggal di Jakarta.
Kepak-kepak sayap garuda melintasi seluruh negeri; lama-lama lesu-lunglai; wajahnya sedih;
sejak kapan anak-anak negeri ini mengganti konsumsi;
kini mereka menikmati kebencian; mengenyam kedengkian; meludahkan fitnah;
gemar memperkatakan kebohongan terus menerus, agar lama-lama diterima sebagai kebenaran;
mengolok-olok satu terhadap yang lain; membanting-banting salib hanya karena mengganggap diri lebih suci;
mengkavling surga agar yang lain masuk neraka;
mereka menjadi TUHAN bagi sesama saudaranya;
sejak kapan anak-anak negeri ini siang malam menerbitkan rasa benci dari kandungan terdalam jiwa?
Ke mana kah cinta di awal mula?
Bukankah kadar kebencian ditentukan kadar cinta, sebelum karena sesuatu hal,
cinta itu diubah oleh suatu proses menjadi kebencian?
Dan kalau sebesar itu kebencian karena sebesar itu pula cinta, bisakah berproses sebaliknya:
sedalam itu kebencian akhirnya terolah menjadi sedalam itu pula cinta?
Sebagaimana sepekat itu kegelapan menjadikan cahaya menjadi maksimal kebenderangannya?