
Saudara-Saudari (Refleksi dari Pati)
Oleh Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, pernah bekerja di Deutsche Welle di Koeln dan Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, sekarang tinggal di Jakarta.
Saudara-saudari, kepada pemimpin-pemimpin pongah itu, kata, nada, syair dan puisi tidak lagi menjadi sejenis pakaian sore atau pakaian pesta yang terpampang di kaca etalase, hasil desainer-desainer kebudayaan; puisi harus menyiram bau anyir; dan setidaknya puisi mengajari kita untuk berkata: TIDAK!; setidaknya syair menguatkan kita untuk bertindak: LAWAN!
Setelah sadar harus jadi anak bumi nusantara
Setelah berkawin, meneteskan benih di rahimnya
Setelah dikoyak hidup, dirajah luka demi luka
Akhirnya tahu mautmu disimpan dalam keasingan nama-nama
Dipermainkan sebagai angka-angka oleh penguasa-penguasa di panggung besar sana
Akhirnya tahu Pancasila harga mati
Hei saudara-saudari
Kami tunggu di sini
Api itu kini sedang menjalar dari situ, dari Pati
***
(gnb:tmn aries:kamis:14.8.25: saat pansus pemakzulan bupati Pati berlangsung di tengah huruhara besar rakyat di alun-alun ibukota)