
Sarkastis Komunikasi di Ruang Publik (Berkaca Pada Dinamika Sidang Paripurna DPRD Sikka)
Dionisius Ngeta (Warga Masyarakat Sikka, Tinggal Di Nangahure Bukit)
Politisi sering dengan vulgar mempertontonkan aksi-aksi sarkastis seperti adu mulut, sindiri-menyindir bahkan adu jotos ke ruang publik. Parlemen, lembaga terhormat sering berubah menjadi ajang pertengkaran dan media umpat-mengumpat, usir-mengusir bahkan arena adu kekuatan fisik yang tak pantas dipentaskan secara vulgar. Suasana diskusi dalam rapat mendadak berubah menjadi debat kusil bahkan adu kekuatan dan ancam-mengacam. Suasana rapat berubah menjadi seram, penuh kecemasan dan ketegangan bahkan ketakutan. Demokrasi tidak dinikmati dengan suasana tawa-ria penuh canda-bahagia antara pemangku kepentingan; eksekutif dan legislatif.
Kamus besar bahasa Indonesia membedakan antara “sarkasme” dan “satire”. Sarkasme merupakan penggunaan kata-kata pedas untuk melukai hati orang lain dengan cemoohan atau ejekan kasar, dengan mencibir, mengejek dan mengolok-olok. Sedangkan “satire” merupakan gaya bahasa yang dipakai dalam kesusastraan. Satire adalah kritik “social constructive”, dengan tujuan menyadarkan mereka yang peduli pada kekurangan tersebut.