Sare Dame : Politisasi Budaya Demi Kepentingan Elektoral

Oleh: John L Hobamatan

Pembodohan dalam Kemasan

Walaupun memori kita mungkin sangat terbatas, namun kita masih mengingat kesamaan intensi dan content  yang sedang digulirkan dalam Sare Dame dengan Festival Tiga Gunung yang pernah diselenggarakan bupati  Eliazar Yentji Sunur (alm). Melalui video singkat ataupun foto-foto peserta festival yang tersebar melalui media social, kita saksikan pemerintah desa, tokoh masyarakat, rakyat kebanyakan, menyalakan lilin, berdiri  dalam tiga lingkaran yang saling berisan, untuk menggambarkan kurunan hidup rakyat Lembata di bawah naungan tiga gunung masing-masing gunung Uyelewun, Gunung Ile Lewotolok dan Gunung Labalekan. Kegiatan simbolis ini dianggap sebagai sebuah penghormatan budaya yang dijaga dan dilestarikan masyarakat.

Program Eksplorasi Budaya Lembata juga  dilatarbekakangi pemikiran yang sama. Tanpa ada usulan dari masyarakat, tokoh adat, atau wakil rakyat, bupati mengajukan program ini dan tanpa disangka menjadi program prioritas untuk harus diselesaikan dalam sebuah kegiatan dari 7 Februari sampai dengan 7 Maret 2022.

BACA JUGA:
Quo Vadis Kiprah Politisi Perempuan dalam Pemilu Serentak 2024?
Berita Terkait
1 Komen
  1. Ola Rongan Wilhelmus berkata

    Uraian ini bagus kalau dilihat dari kecurigaan menempatkan Sare Dame sebagai alat politik untuk mencapai kekuasaan. Tapi bagaimana kalau kita menempatkan eksplorasi budaya Sare Dame ini sebagai suatu kegiatan eksplorasi budaya yang dilaksanakan karena sesuai dengan nomenklatur yang telah ditetapkan DPRD Lembata dalam rangka pemajuan kebudayaan sesuai dengan UUD 45, Pasal 32, ayat.2, dan UU No.5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan daerah dan nasional?

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More