Sanksi Etik dari MKMK Tidak Hapus Dugaan Pidana Ketua MK
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya
BEBERAPA hari belakangan ini Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/ PUU-XXI/2023 atas gugatan hak uji materiil batas usia minimal capares cawapres berimplikasi adanya dugaan melanggar etik dan hukum.
Atas vonis MK yang penuh rekayasa ini timbul reaksi publik luar biasa baik di media sosial maupun demonstrasi masyarakat di Gedung MK. Dugaan kuat publik bahwa MK sudah tidak obyektif independen karena dibawa kendali regim yang sedang berkuasa.
Lebih celaka lagi, putusan atas perkara Nomor 90 ini diduga kuat untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto yang didukung partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Dari aspek logika hukum, kita melihat gugatan atas Pasal 169 huruf q UU Pemilu usia minimal capares cawapres 40 tahun tersebut diajukan oleh pelajar/mahasiswa FH Universitas 11 Maret Solo yang mana dalam alasan gugatan (uji materiil) disebut sebagai orang yang fans berat terhadap Gibran Rakabuming Raka.
Jika alasan sebagai fans berat, maka pertanyaan hukumnya, dimana hak konstitusionalnya dari mahasiswa hukum sebagai warga negara yang dirugikan atas Pasal 169 huruf q UU Pemilu sehingga harus mengajukan uji materiil ke MK?