Resesi Ekonomi Regional Covid-19?

 Oleh : Siprianus B.Tatu*)

Resesi Ekonomi Regional 1998

Ketika jadi mahasiswa pada 1998, saya merasakan betapa Yogyakarta sebagai sebuah ekonomi regional terjebak oleh resesi. Resesi kala itu lebih lazim disebut krisis moneter yang disingkat ‘krismon’.

Gegara aksi para spekulan mata uang di pasar uang Asia, Rupiah yang terpuruk mengacaukan daya beli mahasiswa di Yogyakarta. Nasi tempe sebagai makanan yang murah meriah dalam dua tiga hari menjadi ‘makanan elit’.

Hari ini harga nasi tempe Rp350,- besoknya, nasi tempe sudah Rp 700,- dan lusanya harga sepiring nasi tempe itu menjadi Rp1.250,-. Itu baru contoh resesi ekonomi regional yang menyinggung makanan sebagai kebutuhan pokok ( primary goods).

Dlihat dari efek domino keterpurukan rupiah 1998, tendensi pasar di daerah-daerah tidak lain ialah kenaikan harga barang dan jasa alias inflasi.

Inflasi ini karena adanya pembengkakan biaya produksi dari para produsen (cost push inflation). Produsen yang menggunakan mesin-mesin impor atau jasa- jasa impor benar-benar kelabakan dan mengamini biaya produksi yang tinggi untuk mempertahankan asap dapur.

BACA JUGA:
Menjelang Natal dan Tahun Baru, Komisi V DPR RI Soroti Kesiapan Prokes Covid-19
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More