Rasa Bangga, Malu Dalam Percakapan Tatap Muka, Serta Dampaknya Terhadap Kesehatan

Oleh: Yustinus Suhardi Ruman*

Tentu saja, rasa malu pada diri sendiri yang mendorong rasa marah, atau stress tidak hanya berdampak pada pendiritaan tubuh individu. Rasa malu, sudah pasti juga menyebabkan rusaknya relasi social. Ikatan sosial yang rusak seterusnya mengisolasi seorang individu itu sendiri. Isolasi diri melahirkan iklusi penderitaan demi penderitaan.

Menjadi Bangga dan Sempurna

Pelajaran yang perlu dihidupi dari penjelasan Thomas Scheff tersebut adalah pentingnya melihat diri dengan penuh rasa bangga. Kita merasa bangga karena kita terpilih untuk mengalami sebuah situasi atau pengalaman baik yang sesuai dengan apa yang kita harapkan maupun yang tidak kita minta, namun kita alami. Semuanya sama bahwa kita, dan bukan orang terpilih untuk mengalaminya.

Setiap kita adalah orang-orang terpilih untuk mengalami peristiwa hidup kita masing-masing. Sebagai orang terpilih, sikap positif yang perlu kita banggun adalah rasa bangga. Rasa bangga akan nampak dalam sukacita hidup. Sukacita yang lahir dari rasa bangga selalu menciptakan kehidupan tidak hanya bagi hidupnya sendiri, tetapi bagi orang-orang disekitarnya.

BACA JUGA:
Bisakah Minum Kopi Tanpa Gula Mencegah Pandemi Covid-19?
Berita Terkait
1 Komen
  1. joe andre berkata

    Opening film ini yang menarik om 😆

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More