Rasa Bangga, Malu Dalam Percakapan Tatap Muka, Serta Dampaknya Terhadap Kesehatan

Oleh: Yustinus Suhardi Ruman*

Kedua pengalaman yang bertolak belakang ini diciptakan oleh definisi diri yang dibuat oleh setiap orang terhadap diri mereka sendiri. Ada individu yang mendefinisikan dirinya dengan cara yang positif, namun ada orang lainnya menggambarkan dirinya begitu terpuruk dan negative.

Scheff menerangkan bahwa rasa bangga merupakan emosi poisitif yang memungkinkan setiap orang yang terlibat dalam interaksi dapat berdaptasi atau menyesuaikan diri terhadap berbagai tanggapan orang lain yang terjadi dalam interaksi tersebut. Selain itu, rasa bangga akan mendorong sikap untuk saling menghormati. Tentu saja, selanjutnya, sikap saling menghormati akan memperkuat ikatan socsal atau solidaritas pada level yang diharapkan.

Namun, sebaliknya terang Scheff rasa malu berpotensi mengganggu proses produksi solidaritas sosial. Menurut Scheff, saat seorang individu dihantui oleh rasa malu, ia cenderung mengevaluasi dirinya secara negative. Evaluasi diri secara negative, seterusnya akan mereproduksi rasa malu seterusnya. Orang yang berada dalam kondisi seperti ini, jelas Scheff akan melakukan dua mekanisme pertanahan diri supaya ia tetap bertahan dalam interaksi tatap muka tersebut. Kedua mekanisme itu adalah menekan dan mengabaikan rasa malu tersebut.

BACA JUGA:
Quo Vadis Kiprah Politisi Perempuan dalam Pemilu Serentak 2024?
Berita Terkait
1 Komen
  1. joe andre berkata

    Opening film ini yang menarik om 😆

Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More