PUISI-PUISI JULIO SIMSON SALANG
PENDEKAR kata-kata kembali hadir, setelah tiga bulan menepi di tempat sepi. Bertapa? Tidak. Berguru ilmu santet? Juga Tidak. Ia menepi untuk mendalami makna tubuh. Jagad cilik. Mikrokosmik, yang perannya mengendalikan makrokosmik. Kali ini sang pendekar berpedang kata-kata datang dengan mendendang BIBIR dan WAJAH. Dua puisi yang diawali RINDU yang GUNDAH. Tiga (puisi) menguak makna.
RINDU YANG GUNDAH
Ketika rasa menghampir
Rindu tak terbendung
Mengemis rasa
Untuk bertemu
Walau terbiasa dengan waktu
Namun tak rela
Membiarkanmu jauh
Ku kan menunggu
Membiarkanmu berlari
Mendekat memeluk rindu .
WAJAH
Tersembunyi di balik tirai
Mengukir lembut
Paras cantik…
Angin semilir
Menyibak tirai
Mengarak asa
Membawa rasa
Pada cintaku yang halal.
BIBIR MU
Bibir mu, berteriak lantang
Menggelegar
Mendendangkan kidung
Diri u paling benar
Dirimu paling besar
Hati hati dengan bibir mu
Jika otak mu buntu
Hati hati dengan hati mu
Jika tak nyaman
Tenggelamlah dalam bisu
Jika tidak
Jeruji besi jadi cinta mu
Senyum dan teriakan mu
Tak lagi berguna
Tidurpun tak nyenyak
Makanpun tak kenyang
Hati hati untukku
Dan juga bibir mu.