Puisi-Puisi Gerald Bibang

mari kita melamun, nak, di saat-saat penghujung dua-ribu-dua-puluh; mari mengangan-angankan kisah kita yang lincah dan lucu-lucu; melantunkan nyanyian naring Mori* hingga ke tebing-tebing semesta; dari pagi hingga tengah malam sampai malam berikutnya; menggaungkan kredo kita akan TUHAN yang kita kenal sejak penciptaan; IA-lah MAHA CINTA; yang tidak pernah memberikan kita penjara meski kita mengingkari cinta-NYA; melainkan cakrawala untuk kita terus mencari ke-MAHALUASAN- NYA

itulah kredo kita, sejak dahulu kala, nak; ialah KATA, ialah SABDA yang menjelma pada apa yang tampak mata; KATA itu adalah kekuatan; adalah energi sepanjang perjalanan; meski tanah ini bukan lagi kita punya; meski cinta sering tersamar dan tak jelas bentuknya seperti apa; walau kita sudah tidak lagi menjadi kita; meski pandemi ini datang lagi dan mungkin datang lagi; perih, perih sekali, seperti terlilit rintih ketika aku memintamu untuk mencongkel duri dalam dagingku; seperti ketika aku menyuruhmu untuk mencari ketuk dari pintu mimpi; oh kapankah tersingkap misteri ini? bahwa dalam pandemi, KATA itu tetap ada; bahwa dalam situasi apapun: KEHENDAK KATA, terjadilah! bahwa dalam pandemi, cintamu dan cintaku masih sediakala

BACA JUGA:
Ada Apa dengan Negriku
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More