
Puasa: Momentum Mengkonstruksi Nilai-Nilai Kebenaran (Koreksi atas sikap bermedia sosial )
Oleh : Alvares Keupung
Pertanyaannya, apakah kemajuan peradaban manusia dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi, sepenuhnya dipercayai ? Atau apakah mesti ada batas – batas sangsi atas kehadirannya ? Mari kita lihat realitas untuk memberi jawaban atas keberatan di atas.
Terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, terutama media sosial, Paus Benediktus XVI mengajak umat Katolik sedunia untuk “menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebar kebenaran, memupuk iman dan bertobat. Dialog yang terbangun dalam media sosial mesti terbangun dengan rasa hormat meski berbeda keyakinan” ( Beritagar.id ), suku, ras dan antar golongan.
Saya meyakini, seruan Paus Benediktus XVI sesungguhnya terlahir dari sebuah keprihatinan yang berangkat dari realitas miss komunikasi dalam bermedia sosial. Bahwa sesungguhnya, tidak jarang orang melakukan malkomunikasi dalam bermedia sosial. Hal – hal barbaris, yang banal, sarkais, hoaks dan yang vulgar cenderung dihadirkan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab dalam bermedia sosial. Pada titik ini, manusia sedang mengalienasi diri dari komunikasi. ” Pengasingan diri ” dari komunikasi, demikian Karl Max bilang.
