Puasa: Momentum Mengkonstruksi Nilai-Nilai Kebenaran (Koreksi atas sikap bermedia sosial )
Oleh : Alvares Keupung
Makna Puasa Dalam Gereja Katolik
Rabu, 2 Maret 2022 umat Katolik sejagad memasuki masa puasa yang ditandai dengan penerimaan Abu. Dalam konteks ini, abu menjadi sebuah simbol keberdosaan, kelemahan dan kerapuhan diri di hadapan Sang Pencipta. Konsekuensinya, manusia mesti kembali kepada jalan kebenaran. Ia mesti fitrah : membuka semua selubung keberdosaan, kelemahan dan kerapuhannya. Maka, masa puasa sejatinya ” membantu umat manusia untuk memenangkan kekuasaan atas hawa nafsu dan memperoleh kebebasan hati ” ( Norbert Labu, Puasa, Doa dan Sedekah, 2010 : 4 ).
Dalam ruang lingkup Gereja Katolik, masa puasa adalah suatu kesempatan sebagai sebuah upaya pembinaan iman dalam rangka pertobatan hidup. Artinya, hal yang paling utama adalah keberserahan dan kesucian hati di hadapan Tuhan dan sesama. Pada hal ini, kualitas hati lebih penting daripada yang lahiriah ritualistik. ” Koyakkanlah hatimu, jangan pakaianmu ” ( Bdk. Yoel, 2 : 13 ). Berpuasa berarti, mencari dan menemukan nilai – nilai kebenaran rohaniah yang nampak pada sikap hidup yang bergantung pada kehendak Tuhan, kerendahan hati, kesabaran dan pengekangan diri dari hawa nafsu. Oleh karenanya, puasa menjadi momentum yang paling tepat untuk membebaskan diri dari kecenderungan ego dan perbudakan hawa nafsu ( dosa ).