Poro Duka yang Malang dan Duka yang Terlupakan

Umbu Tamu Ridi, Kepala Divisi Advokasi dan Kajian Hukum WALHI NTT

Lebih jelas, jika secara khusus dilihat dalam Pasal 14 soal persiapan untuk penanggulangan huru-hara dalam jumlah besar harus atas perintah Kapolda, itu untuk massa yang berjumlah besar dan mengakibatkan ancaman korban jiwa dan harta benda.

Warga yang melakukan protes pengukuran lahan di Marosi tidak dalam jumlah yang besar, mereka bertindak seadanya bagaimana mempertahankan hak milik dan ulayat mereka.

PT.Sutera Marosi Kharisma merasa memiliki tanah dengan rujukan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), sedangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak mampu menunjukan mana tanah terindikasi terlantar dan mana tanah yang bagi PT.Sutera Marosi Kharisma yang masuk dalam peta sertifikat Hak Guna Bagunan (HGB) tersebut, misalkan mengenai batas-batas dan keabsahan jual beli.

Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) PT.Sutera Marosi Kharisma sangat tidak berdasar hukum, perusahan berdalih telah membeli dari pemilik tanah pada tahun 1994-1995 namun tidak menunjukan bukti keabsahan jual beli, dan bidang-bidang mana yang telah diperjualbelikan.

BACA JUGA:
Program Misa Ekologis Paroki Roh Kudus
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More