
Polemik UKT: Pendidikan Gratis Menyebabkan Pengangguran Gratis
Oleh Yohanes Yarno Dano, Ketua & Pendiri Lembaga Pemerhati Demokrasi Indonesia (LPDI)
Pendidikan Gratis dengan Sistem Kuliah Penjurusan dan Sertifikasi Berbasis Universitas. Masuk Akal?
Langkah pendidikan gratis atau kuliah gratis cendrung menjadi fokus pemerintah dalam menyelesaikan minimnya kulitas pendidikan di Indonesia, namun sering kali lupa dengan hal-hal yang esensial. Penulis mencoba berangkat dari analisis skeptis yang sederhana. Mengapa kampus Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB) lebih banyak peminatnya dan kuotanya dibatasi? Bisa dibayangkan kualitas seseorang diukur berdasarkan persepsi brand kampus. Brand UI, UGM, ITB bagus, tetapi apakah mahasiswanya memiliki akuntabilitas outcomes? Atau unggul kerena memenangkan pertempuran brand?. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kualitas bukan prioritas, yang terpenting kuliah di UI, UGM, ITB.
Pertempuran kekuatan brand kampus ini yang menyebabkan tidak masuk akalnya pendidikan bisa diakses oleh semua orang ‘pendidikan gratis’. Harusnya mekanisme pasar kampus ditata ulang, basisnya jangan sampai pertempuran brand. Sistem semacam inilah yang seharusnya direformasi secara total, sehingga sertifikasinya tidak lagi berbasis brand kampus, melainkan sertifikasi yang berbasis nasional untuk setiap skill. Sehingga tidak ada lagi sebutan Dokter lulusan UI, dokter lulusan UGM. Yang ada hanyalah Dokter sertifikasi Indonesia, misalnya sebut saja IDI. Sehingga kampus memiliki tugas sesuai tupoksinya yaitu mengajarkan mahasiswa sesuai standar asesmennya dilevel nasional. Penulis beranggapan bahwa, hal tersebut sangat masuk akal dalam menyelesaikan pertempuran brand atau harga dari setiap kampus. Sehingga kampus menjadi lebih accessibility dan inovatif.***