Penjualan Tanah dan Krisis Identitas; Perspektif Rerum Novarum
Oleh Putriani Sulastri Bahagia, Mahasiswi STIPAS St. Sirilus Ruteng
Pandangan Rerum Novarum tentang Kepemilikan Tanah dan Martabat
Ensiklik Rerum Novarum yang diterbitkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891 memberikan perspektif penting mengenai hubungan antara tanah, kepemilikan pribadi, dan martabat manusia. Paus Leo XIII menekankan bahwa hak milik pribadi, termasuk kepemilikan tanah, adalah hak fundamental yang diberikan kepada individu untuk menjamin kesejahteraan mereka dan keluarga. Namun, hak ini bukanlah tanpa batas—hak milik pribadi harus digunakan untuk kepentingan bersama, bukan hanya untuk keuntungan pribadi semata. Namun, ajaran ini juga menekankan bahwa hak milik pribadi tidak boleh dilihat secara egois. Kepemilikan tanah harus digunakan untuk kebaikan bersama, bukan untuk tujuan eksploitasi atau monopoli.
Paus Leo XIII memperingatkan bahwa ketidakadilan dalam distribusi tanah dapat menimbulkan ketimpangan sosial yang serius, yang justru bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang diusung oleh Gereja. Ketika tanah dimonopoli oleh segelintir orang, masyarakat luas akan menderita akibat hilangnya akses terhadap sumber daya yang penting. Krisis identitas yang muncul dari hilangnya tanah juga dapat dilihat dalam kerangka spiritual. Menurut ajaran Katolik, identitas manusia tidak hanya dibentuk oleh hubungan antar sesama manusia, tetapi juga oleh hubungan dengan alam dan penciptaan. Tanah merupakan simbol koneksi spiritual antara manusia dengan ciptaan Tuhan, dan hilangnya tanah bisa dianggap sebagai hilangnya bagian dari identitas spiritual itu sendiri.