Pengibaran Bendera Ula-Ula: Ritual Sakral Kaya Makna Dalam Tradisi Pra-Nikah Masyarakat Sulawesi Selatan

Oleh Dionisius Ngeta (Warga Masyarakat Bukit Nangahure Kelurahan Wuring, Alok Barat, Sikka)

Setelah ditanya kepada keduanya, ternyata ada kesalahan/kekurangan dalam pengerjaan tempat tidur adat pengantin. Kemudian kekurangan/kesalahan tersebut langsung diperbaiki/dikerjakan dengan segera. Dan setelah diperbaiki, seketika itu juga mereka yang mengalami kerasukan/kesurupan langsung membaik. Kejadian itu mengindikasikan adanya aspek sakralitas dan kemisterian dari ritual tersebut yang sulit untuk dijelaskan dan dipahami secara logis rasional.

Sebelum dilakukan pengibaran, Bandera Ula-ula diambil dari tempat penyimpanannya, diarak-arak dan diiringi musik beduk dan gong. Pemegang Bandera tersebut adalah orang khusus yang memiliki garis keturunan lurus Ningrat. Ritual prosesi Bandera Ula-ula sangat sakral. Para hadirin tampak hening menyaksikan prosesi itu sebelum Bandara Ula-ula dinaikan dan dikibarkan. Jalur jalan di mana pemegang Bandera itu lewat harus disterilkan. Hadirin yang berada di jalur di mana pemegang Bendera Ula-ula lewat dengan penuh rasa hormat memberi ruang.

Jadi Pengibaran Bandera Ula-ula  merupakan salah satu bentuk pengakuan atas ketidaksendirian atau keterhubungan yang terbangun oleh keyakinan akan kehadiran “ada-yang-lain” yang disimbolkan dengan hal/benda tertentu itu.  Mereka diyakini sebagai “ada-yang lain” yang dapat menolong, sebagai pengantara dalam doa dan dari mereka dimohonkan doa restu untuk kesuksesan hajatan itu.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More