
Pengibaran Bendera Ula-Ula: Ritual Sakral Kaya Makna Dalam Tradisi Pra-Nikah Masyarakat Sulawesi Selatan
Oleh Dionisius Ngeta (Warga Masyarakat Bukit Nangahure Kelurahan Wuring, Alok Barat, Sikka)
Dengan demikian ritual pengibaran Bandera Ula-ula adalah symbol yang mengungkapkan keyakinan akan “ada yang lain”, ekspresi rasa hormat dan ketaatan kepada (para leluhur). Ada keyakinan keterhubungan manusia dengan para leluhur yang ada di dunia yang lain. Relasi yang intim dengan para leluhur itu diekspresikan dalam tindakan simbolis melalui berbagai ritual adat istiadat tersebut.
Menurut Turner, ritual/ritus yang diadakan oleh suatu masyarakat merupakan penampakan dari keyakinan religius (Y.W. Wartajaya Winangun,1990). Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk melakukan dan mentaati tatanan sosial tertentu. Ritus-ritus tersebut akan memberikan motivasi dan nilai-nilai pada tingkat yang paling dalam untuk dipatuhi.
Dengan demikian pengibaran Bandera Ula-ula itu melukiskan dimensi spiritual, privat serentak komunal, individual serentak sosial. Secara spiritual masyarakat Bugis percaya akan keberadaan nenek moyang, para leluhur di dunia seberang, dunia yang lain. Para leluhur selalu ada dan hadir dalam suka-duka kehidupan, dalam setiap hajatan keluarga atau kelompok/etnis terutama dalam hajatan pernikahan sepasang anak manusia. Keyakinan akan keberadaan, kehadiran dan peran serta para leluhur dalam seluruh rangkaian hajatan pernikahan itu adalah sebuah kebenaran. Karena itu ritual tersebut dilakukan dengan hikmat dan sakral dalam kebersamaan dan kekeluargaan sambil memohon doa restu dari Tuhan dan para pendahulu (leluhur).