
5. Selanjutnya saudara Edi Hardum menulis: “Izin Amdal belum keluar, tetapi Andreas Agas dan pihak perusahaan sudah membagi-bagi uang kepada masyarakat sebagai ganti rugi lahan. Tindakan bupati seperti ini sesuai ajaran moral (norma moral)? Sesuai ketentuan hukum? Saya pikir tidak! Seharusnya, Gubernur NTT dan Bupati Matim menjadi sumber ajaran moral, bukan melanggar ajaran atau norma moral serta norma hukum”.
Jujur, rekan saya yang mengaku advokat ini gagal paham tentang Amdal, dia lupa dokumen Amdal juga harus memuat segala bentuk perizinan yang sudah dimiliki oleh perusahaan termasuk masalah status kepemilikan lahan harus sudah clear dan clean dengan pemilik lahan, karena itu perusahaan melakukan pembebasan lahan dengan memberikan DP 1 dan DP 2 kepada pemilik lahan. Praktek pembebasan lahan yang dilakukan perusahaan di Luwuk dan Lengko Lolok tidak ada kaitannya dengan masalah moral. Ini praktek biasa dalam jual beli lahan (tanah). Kata kuncinya kesepakatan kedua belah pihak.
Bahwa selebihnya, saya tentu tidak perlu menanggapi opini saudara Edi Hardum yang begitu emosional dan terkesan menyimpan dendam dan sakit hati terhadap saya itu.