Paradoks: Merayakan Kemerdekaan Tapi Masih Dijajah Korupsi dan Kemiskinan

Oleh Rofin Nenggor, Mahasiswa Semester V STIPAS St. Sirilus Ruteng

Lalu muncul pertanyaan, mengapa terjadi perbedaan yang signifikan antara data yang di keluarkan oleh Bank Dunia atau World Bank dengan data yang di keluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)? Faktor apa yang mempengaruhinya? Ekonom senior Bright Institute, Awalil Risky, menilai terkait alasan dari perbedaan kedua data kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS bisa begitu signifikan. Menurutnya, pendekatan BPS lebih bisa menggambarkan kondisi Indonesia, sedangkan ukuran Bank Dunia lebih berguna untuk melihat perbandingan antarnegara. “Tentu saja, ukuran BPS masih perlu diperbaiki dan kemungkinan memang (garis kemiskinan) perlu lebih tinggi dari saat ini,” kata Awalil dalam keterangan tertulis Sabtu (03/05/2025). Selanjutnya menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Wisnu Nugroho, BPS perlu memperbaharui garis kemiskinan agar lebih relevan dengan kondisi saat ini (Y Anastasya, 2025).

 

Tindak Pidana Korupsi Yang Masif

Tindak pidana korupsi di Indonesia sendiri bisa dikatakan sudah “mendarah daging”, dimana korupsi terjadi hampir di semua bidang, mulai dari ekonomi, politik pendidikan dan lain-lain.  Berdasarkan data yang dikutip langsung oleh penulis dari laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2024 sebesar 3,85 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian 2023 sebesar 3,92. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukan bahwa masyarakat berprilaku semakin antikorupsi, sebaliknya nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat cenderung semakin cuek terhadap perilaku korupsi. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh anggapan bahwa korupsi itu sudah menjadi budaya atau seperti yang penulis katakan sebelumnya sudah “mendarah daging”. Dari periode 2020-2024 saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa mereka (KPK)sudah menangani sebanyak 2.730 perkara di 5 sektor yang jadi fokus utama yang dimakud (Komisi Pemberantasan Korupsi, 2024). Pada tahun 2025 juga banyak terungkap kasus mega korupsi seperti kasus korupsi PT Pertamina, PT Timah dan lain-lain, yang menyebabkan kerugian negara mencapai terliunan rupiah.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More