Dengan kata lain, Allah, yang dalam Perjanjian Lama digambarkan sebagai Allah yang tak kelihatan, tak terjangkau, yang jauh, yang hanya dapat diketahui dalam tanda-tanda alam berupa nyala api di semak duri (Kel. 3:2), dan guruh, kilat dan awan, bunyi sangkakala (Kel. 19:16-17), angin sepoi-sepoi basah (1 Raj. 19:12), kini, seturut kitab Perjanjian Baru, menjadi Allah yang kelihatan, yang benar-benar hadir dan tampak sebagai manusia yang dapat diindrai, dilihat oleh mata, diraba dan dielus dengan tangan, dipeluk dan dirangkul. Allah sungguh tidak asing lagi bagi manusia. Allah benar-benar nyata mengalami hidup kita sebagai manusia.
Hubungan yang begitu dekat antara Allah dan Manusia dibahasakan penulis injil Yohanes sebagai berikut: “Firman telah menjadi manusia dan diam di antara kita.” (Yoh. 1:1) Kata-kata ini kemudian disisipkan dalam doa Malaikat Tuhan yang didoakan setiap pukul 06.00, 12.00, dan 18.00, disertai bunyi lonceng Gereja sebagai penanda, yang menjadi tradisi iman yang terus diwariskan dalam Gereja Katolik hingga saat ini. Di dalam doa Malaikat Tuhan itu tertulis: “Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita.”