Yesus lahir dalam kondisi yang serba terbatas, miskin, sederhana, di sebuah tempat yang hina. Yesus lahir dalam kesepian, tidak ada sanak keluarga yang menemani, hanya Yosep dan Maria. Yesus tidak merasakan dan mengalami pelukan hangat dan senyum ramah seorang perawat. Para gembala datang kemudian setelah mendapat kabar dari malaikat. Itulah Yesus yang datang tidak dalam kemegahan, kemewahan sebagai seorang putera raja duniawi. Memang sungguh sebuah kisah yang menyedihkan.
Dikatakan menyedihkan: Pertama, karena Yesus adalah Sabda Allah yang menjelma menjadi manusia. Penjelmaan itu tampak jelas dan terang benderang dalam kata-kata malaikat Gabriel: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau: sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk. 1:35; bdk juga Mat. 1:18).
Lebih-lebih lagi kalau menyimak bahasa penulis injil Yohanes 1:1-5 yang dengan amat jelas menyebut Yesus adalah Allah (Yoh. 1:1), Yesus adalah sumber segala ciptaan (Yoh. 1:3), Yesus adalah Hidup (Yoh. 1:4), Yesus adalah Terang (Yoh.1:4). Di sini sifat ke-Allah-an Yesus sangat ditonjolkan. Dengan demikian Yesus bukan manusia biasa, buah dari keinginan manusia (keinginan daging) malalui persetubuhan.