Mewujudkan Pengadilan Sebagai Oikos
Oleh: Yulianus Soni Kurniawan (Advokat Pada Kantor YBSP Lawfirm)
Disisi lain menempatkan hakim sebagai penanggungjawab rumah keadilan karena profesi hakim adalah profesi yang mulia bahkan hakim selalu disandingkan sebagai wakil Tuhan di dunia. Kemuliaan hakim bukan terletak pada siapa hakim yang memutuskan perkara tetapi terletak pada putusan-putusannya yang mengandung kebenaran dan keadilan. Dalam buku tentang Filsafat Pengetahuan dan Kebenaran, Prof. Dr. Drs. H. Amran Saudi, S.H., M.hum., M.M., (cetakan ke-1, Kencana; 2022) mengatakan bahwa yang hakiki haruslah dilandasi dengan kebenaran pengetahuan. Kebenaran tanpa pengetahuan dianggap sebagai kesesatan yang mengatasnamakan kebenaran. Seorang hakim dalam memutuskan perkara harus memiliki kualifikasi seorang ilmuwan yang kaya dengan ilmu, karena itulah hakim dianggap orang yang mengetahui segalanya (ius curia novit). Kebenaran akan bisa muncul secara mandiri jika terjaga integritas diri dengan baik, sebab jika tidak, maka akan muncul sikap ambiguitas dalam memberikan putusan. Untuk itu, karena profesi hakim identik dengan wakil Tuhan maka dia dituntut untuk memiliki etika profesi yang menunjukan bahwa Hakim adalah citra Allah, sehingga Prof H. Amran Saudi menyebutkan selain dituntut oleh pengetahuan dan kebenaran dalam konteks penemuan hukum melalui putusan pengadilan, ada instrumen penting lainnya yang akan menuntun seorang hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan yaitu hati nurani. Prof H. Amran Saudi juga mengutip Roger Garaudy yang pada pokoknya menyebutkan sebagai bagian yang transendetal dalam anatomi jiwa manusia, hati nurani berada pada jangkauan terjauh dan terdalam dalam alam pikir insani yang tercebur melalui kontemplasi mendalam ke lubuk sanubari.