Mewujudkan Pengadilan Sebagai Oikos

Oleh: Yulianus Soni Kurniawan (Advokat Pada Kantor YBSP Lawfirm)

Selain itu, interpretasi kata penegakan hukum mengadung makna bahwa hukum adalah basis untuk memperoleh keadilan. Berkaitan dengan hal itu, keadilan itu dicari melalui hukum sebagai alatnya bukan menciptakan pristiwa agar bisa dihukum. Untuk itu, setiap subyek yang menggali keadilan tersebut (Hakim, Penuntut Umum dan Penasehat Hukum) sepatutnya di isi oleh individu yang luar biasa seperti pada pembahasan sebelumnya.  Secara umum hukum memiliki ciri teratur, jelas, pasti dan ada sanksi bagi yang melanggar. Karena itu, hukum tidak membenarkan tindakan yang menghalalkan segala cara, dan tidak melabeli dirinya sebagai alat yang sewenang-sewenang. Untuk itulah mengapa penulis menempatkan hukum sebagai jalan menuju oikos guna menghidupkan pengadilan sebagai rumah keadilan.

Dengan latar belakang dan ciri tersebut, hukum menempatkan individu sebagai subyek yang otonom. Oleh karenanya, tak pantaslah jika terdakwa diperlakukan secara tidak manusiawi dengan mengabaikan pembelaanya ataupun mengasingkan orangnya. Selain itu, sebenarnya interpretasi lain dari hukum adalah mengakomodir perilaku pelaku. Mengakomodir dalam konteks ini maksudnya menerima perbuatanya sebagai perbuatan yang salah sesuai aturan dan membela subyeknya dari tindakan eigenrichting atau main hakim sendiri dari pihak lain guna mengadilinya di pengadilan yang bermartabat. Disediakannya tempat di pengadilan mengandung makna bahwa pengadilan menerimanya. Menerima bukan berarti menyetujui perbuatannya tetapi menerima dari keterasingannya di tengah masyarakat. Dalam pengamatan saya, hanya ruang pengadilan yang bersedia menerima penjahat, tempat bertemunya korban dan pelaku serta tempat yang paling bermartabat untuk meminta pertanggungjawaban pelaku. Penghormatann terhadap subyek diterjemahkan dalam asas presumption of innocent atau dilarang menempatkan seseorang sebagai orang bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

BACA JUGA:
"Tanggung Renteng” dalam Koperasi Mingguan: Tanda Solidaritas atau Perpecahan?
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More