
Menggugat Budaya Diam: Perempuan sebagai Mitra Setara dalamTerang Mulieris Dignitatem
Oleh Efrida Anna Sukarti Jou, Mahasiswa Sekolah Tingggi Pastoral Santo Sirilus Ruteng
Kita dapat menemukan beberapa contoh positif di berbagai wilayah, di mana perempuan telah dipercaya untuk memimpin sebagai kepala desa, anggota dewan, dan bahkan sebagai pemimpin organisasi adat. Mereka membuktikan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin sambil tetap berhati-hati dalam membuat keputusan. Kehadiran perempuan juga memberikan inspirasi, tidak hanya untuk perempuan lainnya, tetapi juga untuk laki-laki yang belajar untuk melihat dunia dengan perspektif yang lebih luas. Jadi, perempuan memiliki potensi yang besar, dan kita hanya perlu memberikan ruang yang lebih luas untuk mereka. Selain itu, dunia modern saat ini menawarkan banyak kesempatan bagi perempuan. Teknologi digital memungkinkan perempuan untuk berbicara melalui media sosial, menulis opini, dan bahkan mempengaruhi kebijakan. Perempuan kini tidak hanya terjebak dalam rapat adat atau pengambilan keputusan, tetapi mampu melampaui batasan dengan cara-cara baru. Ini berarti, tidak ada alasan untuk tetap diam. Jika sebelumnya perempuan bisa berkata, “saya tidak memiliki panggung,” saat ini perempuan dapat menciptakan panggungnya sendiri. Kita dapat menemukan banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan betapa pentingnya peran perempuan. Mereka yang bangun paling awal untuk menyiapkan makanan untuk keluarga, merawat anak-anak, bekerja di kebun, hingga yang mengatur keuangan rumah tangga agar anak-anak dapat bersekolah. Semua ini mencerminkan kepemimpinan perempuan yang nyata, meskipun sering kali tidak terlihat. Bayangkan jika suara mereka didengar dalam forum adat dan sosial, keputusan yang dihasilkan tentu akan lebih komprehensif, karena berasal dari pengalaman hidup yang nyata.