Betapa sulitnya untuk mendapat batu di seputaran sekolah, SMPK Rosa Mistika Waerana pada waktu itu, bahkan sampai saat ini. Bayangkan kita bisa mendapatkan batu batu itu sejauh kurang lebih lima ratus meter dari lingkungan sekolah. Itu pun hanya ada di kali kali mati saja, tetapi jumlahnya tidak seberapa banyak. Namun, karena niat untuk sekolah dan rasa tanggungjawab serta solidaritas diantara teman begitu besar, maka apapun yang terjadi tetap berusaha secara mandiri dan gotong royong untuk mengumpulkan batu batu itu. Belum lagi ada teman yang nakal untuk mengambil batu batu dari onggokan teman yang lain yang sudah memenuhi syarat tuntutan atas sanksi itu.
Apa yang dipelajari dari kejadian ini?
Menurut penulis, makna yang tersirat dari setiap perbuatan yang dilakukan oleh siswa siswi di sebuah sekolah, seperti yang dialami penulis ketika masalah sekolah dahulu di SMPK Rosa Mistika Waerana adalah sebagai berikut. Pertama, tindakan terhadap seorang guru, pengajar, pendidik, perlu direfleksikan sebagai sebuah sarana untuk direfleksikan terhadap sikap sopan santun terhadap perbuatan yang dilakukan oleh seorang siswa. Apapun bentuk dan jenis perbuatannya itu perlu dilihat dari sisi sebab dan akibat dari setiap tindakan guru terhadap seorang siswa dan/atau pun kelompok kelas. Artinya apa? Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Guru patut diguguh dan ditiru! Bukan mengangkangi guru. Penulis tahu, pada jaman itu, rata-rata yang mengajar siswa SMP dan sederajat, umumnya berpendidikan setingkat SMA dan paling banter adalah guru bergelar sarjana muda atau tamatan sekolah guru lanjutan tingkat pertama ( PGSLP). Itu pun hanya seorang kepala sekolah saja yang bergelar BA( Bachelor of Art).