Maroko Membalikan Dunia

Jika ini masalahnya, itu akan benar-benar menjadi deklarasi “dunia terbalik” karena Maroko sama sekali bukan tim yang diandalkan, meskipun di antara barisannya termasuk banyak pemain yang berlaga di kesebelasan terbaik Eropa. Dan justru di banyak ibu kota di benua lama, yang sekarang menjadi rumah bagi generasi migran, perayaan para penggemar Maroko memiliki gaung tersendiri. Antusiasme yang dapat dimengerti, tentu saja, dan didorong oleh penegasan dari “tim wahyu”. Antusiasme sayangnya dirusak oleh tindakan vandalisme dan kekerasan. Seperti yang terjadi, misalnya di Milan, di mana seorang pemuda Maroko terluka dan tercatat beberapa kasus penyerangan terhadap suporter.

Namun, satu hal yang pasti: jauh dari retorika keadaan apa pun, kita dihadapkan pada penebusan pinggiran dunia, yang melahirkan begitu banyak pekerja asing yang tersebar di Benua Lama. Tidak ada keraguan bahwa kejuaraan dunia yang sangat mahal ini, dimainkan di stadion yang teknologi tinggi dan sangat dikritik sejak pembangunannya, meskipun itu menampilkan semua jenis juara, yang gajinya, bagaimanapun, jauh melampaui pemahaman logis apa pun (dan bahkan beberapa Pemain Maroko, yang paling terkenal, jatuh ke dalam logika yang terdistorsi ini), namun mencatat evolusi yang signifikan, dari sudut pandang olahraga, dari hierarki biasa. Meskipun seorang juara dapat dikutip dalam apa yang disebut sirkuit pasar transfer, sekali tidak pasti bahwa ia kemudian harus mampu mengekspresikan korespondensi dengan hasil di lapangan. Dan wakil dari belahan bumi selatan yang tentunya sebagai gerakan nasional tidak memiliki sarana dan sumber daya tim-tim besar, masih mampu menang.