Malas – Itu Bantal Setan

Oleh: Yosep Bala Makin, S.pd

Pada suatu kesempatan, tak disangka-sangka sang ayah ikut nimbrung. Rupanya, ia hendak memanfaatkan kesempatan kami berkumpul di sekeliling api unggun yang dibuatnya itu. Sang ayah mulai mengampanyekan sesuatu setelah dia mengamati kegiatan kami pada setiap hari. Kami seringkali diteriaki sang ibu karena lalai menumbuk buah damar bercampur kemiri dengan sedikit kapas untuk dibungkus pada lidi bambu sebagai penerang pada malam hari. Itu merupakan tugas rutin kami, anak-anak kampung, pada sore hari.

Ketika sang ayah mulai berkampanye, kami saling memandang, saling memperhatikan wajah satu sama lain, kami menggerakkan kelopak mata sambil tersenyum simpul dengan memberikan isyarat bahwa kami sudah terperangkap dengan cara sang ayah. Kami mengerti akan segera muncul banyak nasihat, banyak instruksi, banyak larangan yang akan keluar dari mulut sang ayah dan tak kalah menariknya yakni terluaplah perasaan kecewa, perasaan marah, karena seringkali kami membandel terhadap suruhan ibu dan kurang mendengarkan permintaan sang ibu dan ayah. Kami tak bisa melarikan diri lagi karena kami membutuhkan kehangatan api unggun dan kami membutuhkan yang lain untuk bermain bersama-sama. Lantas sang ayah mulai angkat bicara lebih serius lagi seolah-olah bertindak sebagai seorang petugas keamanan. Bahkan kami diinterogasi layaknya seorang tersangka diperiksa oleh polisi. Kami diingatkan oleh sang ayah dengan keras karena kata-kata kami tidak menyenangkan hati sang ibu. Sikap kami ketika sedang berbicara dengan yang lebih tua pun tidak sopan, seronoh, kasar, dan kadang-kadang begitu fulgar.

BACA JUGA:
Netizen Pengancam Habisi Nyawa Amanda Manopo Diancam Dilaporkan ke Polisi
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More