LPDI Sebut Jokowi Preman Demokrasi Jelang Pemilu 2024
“Beliau bilang hampir tidak mungkin ada perubahan substansi Rancangan Undang-Undang ITE karena bakal diparipurnakan”, ujar Damar Juniarto, pendiri Southeast Asia Freedom of Expres-sion Network atau SAFEnet, dikutip dari majalah tempo, (21/01/2024).
Presiden Joko Widodo mengusulkan revisi Undang-Undang ITE sejak februari 2021. Seperti yang diketahuai, ini kedua kalinya pemerintah merevisi peraturan tersebut. Revisi pertama dilakukan pada tahun 2016 setelah disahkan pada 2008 lalu. Dalam proses pengesahan revisi yang kedua, pemerintah terlihat terburu-buru dalam mengesahkannya. Hal demikian ditunjukan dengan dilantiknya Ketua Projo, organisasi relawan Jokowi, Budi Arie Setiadi, sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika sekaligus Nezar Patria sebagai wakilnya.Hal ini menunjukkan ada ambisi tersembunyi dibalik pengesahan UU tersebut. Hal lain misalnya, ditunjukan dalam rapat-rapat yang digelar secara tertutup dan nyaris tidak ada perdebatan terkiat pasal-pasal yang diajukan pemerintah.
“Dalam pembuatan kebijakan publik seharusnya yang diutamakan adalah output berupa tuntutan dan dukungan dari lingkungan atau masyarakat. Kalau kita mengacu kepada Teori Sistem David Easton, masukan-masukan (input) yang datang dari komponen lain dalam sistem murupakan energi bagi sistem itu sendiri sehingga menyebabkan sistem itu berjalan. Masukan itu dikonversi oleh sistem politik sehingga melahirkan kebijakan-kebijakan yang otoritatif. Kebijakan-kebijakan itu mempunyai konsekuensi terhadap sistem politik itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungannya, sehingga kemudian meghadirkan keputusan dan tindakan (output). Semuanya didasarkan pada partisipasi masyarakat. Kalau kita bandingkan dengan proses dari revisi kedua UU ITE, jelas sama sekali tidak ada input. Sehingga jangan heran kalau outputnya mengamankan kekuasaan”,jelas Yarno.