Lembata: Lembah Tangisan
Ketiga, Hilangnya Spiritualitas Misioner. Idealnya seorang kristiani oleh inisiasi yang ia terima, harus membentuknya menjadi misionaris, sehingga tugas dan jabatan apapun yang dipercayakan kepadanya, entah lembaga privat maupun lembaga public, selalu dilihat, ditempatkan dan diamalkan sebagai perutusan Yesus. Maklumat Yesus untuk menjadikan siapa saja sebagai ibu, saudara dan saudari-Nya, yang dikumandangkan Selasa yang silam; demikian pula larangan Yesus untuk tidak membawa apa-apa dalam perutusan, seperti tongkat (kuasa), roti, uang, pakaian (kepentingan privat yang mengundang korupsi), serta menjadikan siapa saja sebagai keluarga, sebagaimana dilansir dalam injil hari Rabu silam, merupakan tuntutan yang sangat keras kepada siapa saja untuk menjadi misionaris; pembawa khabar baik serta tanda kehadiran Kristus, di tempat dan tugas perutusannya. Ketika tuntutan ini dilanggar, karena ketidakrelaan untuk mencamkan perkataan Tuhan, sebagaimana dilansir di akhir pekan hari ini, maka nasib Lembata tetap menjadi lembah tangisan, karena insan kristiani tak mau menjadi pembawa khabar; tak pula menjadi sakramen Kristus di tempat perutusannya. Sebab ketika spirit missioner tercabut dalam diri seorang yang dibaptis, sehingga ia berkarya hanya di bawah kendali insting, maka akan berlaku adigium homo homini lupus (manusia sebagai serigala bagi sesamanya), kata Thomas Hobbes. Sesama dijadikan mangsa; dan setiap peluang adalah kesempatan memangsa.