
Hal kedua yang menarik perhatian saya dari tulisan pak Sil adalah soal “identitas” atau “uniqueness” dari SMK Loyola (yang membedakannya dari SMA lain di wilayah Mabar), yang mana SMAK Loyola telah menciptakan kultur akademik yang merangsang kreativitas akademik para siswa.
Pada hemat saya, dua hal lain berikut ini juga bisa dikategorikan sebagai “uniqueness” SMK Loyola. Pertama, kultur hidup religius. Kultur hidup keagamaan ini didukung oleh program ‘asrama dalam’. Termasuk siswa dari agama lain pun diijinkan intuk menikmati kultur religius ini. Bahkan yang paling intersan dari kebijakan semacam itu adalah ada siswi dari agama lain yang merasa terpanggil untuk menjadi Katolik dan dikabarkan telah menjadi Suster (mungkin bisa gali lagi informasi tentang ini).
Kedua, SMAK Loyola berpayungkan dua atap yang berbeda, yakni Loyola itu sendiri dan Seminari Yohanes Paulus II. Saya masih ingat P. Mikael Ambong, SVD dulu selalu bilang: “dua tapi satu, satu tapi dua.” Tentu, hal ini unik pada jamannya.