Ketika Paroki Reo Keuskupan Ruteng Terapkan Silentium Magnum Selama Belasan Jam Jelang Penerimaan Komuni Perdana
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Kolumnis, Penulis Buku, dan Umat Paroki Reo)
Masih ada tanggapan positif lainnya yang isinya menyampaikan apresiasi atas kebijakan pastoral di Paroki Reo dan harapan agar keputusan serupa bisa ditiru oleh paroki-paroki lainnya di Keuskupan Ruteng, khususnya, dan keuskupan di Regio Nusa Tenggara, umumnya..
Pantauan media di sejumlah kediaman penerima komuni di antaranya di Kelurahan Lingkungan I, Linkungan 2 dan Lingkungan 3 di Stasi Raba, , dan belasan lokasi di Stasi Pusat, Kamis (14/12/2024) malam mencatat, sebagian besar calon penerima komuni dan keluarganya di lokasi yang disambangi penulis mematuhi kesepakatan dengan tidak membunyikan segala macam sumber bunyian (musik) dan lebih memilih berdoa bersama atau merajut kekeluargaan sesuai adat istiadat setempat.
Demikianlah gambaran sekilas situasi di Paroki Santa Maria Ratu Resorio Reo dan penerapan kebijakan untuk tidak membunyikan musik menjelang sehari pelaksanaan penerimaan komuni perdana. Mereka menyepakati untuk melaksakan keheningan yang luar bisa atau great silence dalam Bahasa Inggris, atau Silentium Magnum dalam Bahasa Latin. Kesepakatan ini mengusung satu misi mulia yakni demi penghormatan terhadap SAKRAMEN MAHAKUDUS dengan persiapan batin untuk perayaan ekaristi bagi penerima komuni pertama, dan harapan ke depan agar praktik mulia ini menjadi KEBIASAAN IMAN yang selalu dihidupi dan membatin dalam diri umat. Ad Majorem Dei Gloriam (Untuk Keagungan Allah yang Lebih Besar).Gaudeamus hodie (Mari kita bersukacita hari ini). Profisiat anak-anak penerima komuni perdana Paroki Santa Maria Ratu Rosario Reo. Deus Benedicat (Tuhan memberkati).***