Ketika Paroki Reo Keuskupan Ruteng Terapkan Silentium Magnum Selama Belasan Jam Jelang Penerimaan Komuni Perdana

Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Kolumnis,  Penulis Buku, dan Umat Paroki Reo)

Media ini mencatat, meskipun orang tua dan keluarga penerima komuni sudah membangun tenda dan memasang peralatan sound system dan pernah melakukan ujicoba jangkauan alunan musik sebelum pukul 18.00 Wita pada Kamis (14/11/2024), namun tepat pada pukul 18.00 Wita, semua peralatan musik itu dihentikan alias tercipta keheningan yang luar biasa. Kondisi keheningan ini terjaga terus hingga pukul 06.00 pagi hari berikutnya atau selama tenggang waktu belasan jam.

Sebaliknya, sejak pukul 18.00 Wita pada Kamis (14/11/2024), keluarga penerima komuni fokus menggelar ritual adat khas Manggarai (teing hang) dan melaksanakan doa bersama kepada Tuhan melalui Bunda Maria.

Ya, penerima komuni dan keluarganya memilih untuk melaksanakan keheningan total. Suatu keheningan yang memberikan ruang bagi calon penerima komuni dan keluarganya untuk berdiam diri dan bersimpuh di depan Salib Yesus dan Arca Bunda Maria pada setiap keluarga yubilaris.

Fenomena spiritual yang luar biasa ini mengantar penulis untuk mengingatkan lagi, bagaimana penulis dan teman-teman angkatannya ketika selama 6 tahun menjadi warga Seminari Pius XII Kisol (Sanpio) dan 6 tahun warga  Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret di mana selama tenggang waktu itu, selalu ada waktu khusus bagi seminaris untuk melaksanakan keheningan agung atau Silentium Magnum dalam bahasa yang digunakan di kalangan seminaris saat itu.

BACA JUGA:
Urgensitas Manajemen Kesiapsiagaan Bencana versus Solidaritas Kemanusiaan Korban Gunung Lewotobi
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More