
Ketika ‘Laudato Si’ Diuji di Negeri Sendiri; Dimanakah Hati Gereja Berpijak?
Oleh Dr. Don Bosco Doho, Dosen Etika Bisnis pada LSPR Institute of Communication and Business, Jakarta
Untuk para pemegang otoritas gerejawi di Nusa Tenggara Timur, kemenangan dalam membatalkan satu proyek industri bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari ujian kredibilitas yang sesungguhnya. Modal moral yang diraih dari perlawanan heroik di hadapan raksasa korporasi adalah aset yang sangat berharga sekaligus rapuh. Aset ini akan terkikis habis oleh inkonsistensi, sekecil apa pun itu. Sudah saatnya Gereja Flobamora melakukan transisi dari “moralitas oposisional”—yang mendefinisikan diri dari apa yang ditolaknya—menuju “moralitas testimonial”, yang identitasnya terpancar dari teladan hidup yang dipertontonkannya setiap hari. Refleksi yang paling mendesak bukanlah lagi “bagaimana cara kita melawan mereka?”, melainkan “siapakah kita saat tidak ada lagi musuh bersama untuk dilawan, saat yang tersisa hanyalah cermin dan halaman rumah kita sendiri?” Sebab kemenangan atas geothermal akan menjadi kemenangan yang hampa jika dirayakan di tengah gunungan sampah yang tak terurus dan budaya konsumtif yang terus merusak bumi secara perlahan namun pasti.