Ketika ‘Laudato Si’ Diuji di Negeri Sendiri; Dimanakah Hati Gereja Berpijak?

Oleh Dr. Don Bosco Doho, Dosen Etika Bisnis pada LSPR Institute of Communication and Business, Jakarta

Kami tidak suka geothermal karena kami lebih cinta kepada energi dari sinar matahari dan angin yang selalu ada di sekitar kami, dan kami sudah memulai praktek baiknya dari paroki, dekenat hingga keuskupan dan wilayah yang lebih luas”. Gerakan seperti ini akan mematikan kritik tentang “ambiguitas” dan mengubah gereja dari sekadar penolak proyek menjadi teladan hidup ekologis.

 

Penutup: Di Manakah Hati Gereja Berpijak?

Kembali ke pertanyaan judul. Jawabannya adalah: Hati Gereja yang sejati tidak berpihak pada satu isu tunggal, melainkan pada konsistensi iman dan perbuatan. Hatinya berpijak pada titik di mana seruan kenabian di hadapan istana bertemu dengan tangan pastoral yang memungut sampah di lorong desa. Kemenangan sejati Laudato Si’ di Indonesia bukanlah saat satu proyek berhasil dibatalkan, melainkan saat setiap umat—dari uskup hingga anak sekolah minggu—menyadari bahwa merawat bumi bukanlah sebuah proyek musiman, melainkan sebuah cara hidup. Di sanalah, dalam konsistensi yang rendah hati namun gigih, hati Gereja yang sejati berpijak dan bersinar.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More