
Ketika ‘Laudato Si’ Diuji di Negeri Sendiri; Dimanakah Hati Gereja Berpijak?
Oleh Dr. Don Bosco Doho, Dosen Etika Bisnis pada LSPR Institute of Communication and Business, Jakarta
Dimensi Profetik Gereja – Menjadi Tameng bagi Umat
Harus diakui bahwa peran gereja lokal dalam menyuarakan penolakan geothermal adalah implementasi nyata dari ajaran Laudato Si’. Mereka telah menerjemahkan konsep “ekologi integral”—keterkaitan antara lingkungan, ekonomi, dan keadilan sosial—ke dalam tindakan nyata.
Gereja sudah, sedang dan akan terus menjadi suara bagi kaum miskin dan masyarakat adat yang ruang hidupnya terancam. Mereka membela hak atas tanah ulayat, sumber air bersih, dan keberlanjutan pertanian lokal. Dengan menantang narasi pembangunan yang eksploitatif dari korporasi dan negara, gereja menjalankan fungsi kenabiannya: berbicara lantang tentang kebenaran kepada kekuasaan, persis seperti yang diharapkan Laudato Si’. Ini adalah perjuangan yang patut diapresiasi dan tidak boleh diremehkan. Gereja memang harus menjalankan fungsi kenabiannya, sebuah gema dari seruan Nabi Yesaya untuk “membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk” (bdk. Yesaya 58:6), dengan berbicara lantang tentang kebenaran kepada kekuasaan.