
Ketika Identitas Menjadi Luka Sosial
Oleh Mathildis Amboysa Mamus, Mahasiswi STIPAS Ruteng
Indonesia sendiri memiliki modal sosial berupa gotong royong dan falsafah Bhinneka Tunggal Ika. Jika nilai ini benar-benar dihidupi, luka identitas dapat disembuhkan dengan solidaritas yang tulus. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap meninggalkan ego identitas sempit dan membuka diri pada kemanusiaan yang lebih luas?
Identitas seharusnya menjadi jembatan, bukan tembok. Ia seharusnya menjadi pelangi yang memperindah langit kehidupan bersama, bukan noda yang menimbulkan luka. Refleksi ini mengajak kita untuk menegaskan kembali: identitas bukan alasan untuk menyingkirkan, melainkan dasar untuk merayakan keberagaman.
Jadi, ketika identitas menjadi luka sosial, yang sebenarnya terjadi adalah kegagalan kita merayakan kemanusiaan. Luka itu lahir dari diskriminasi, stigma, dan eksklusi yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Namun, luka bukan berarti akhir. Dengan inklusi sosial, rekognisi identitas, dan keadilan yang nyata, luka itu bisa disembuhkan, dan jangancumamelihatdarikacamatasendiri,tapicobamemahamioranglain.Empatiitukunciutamabuatmenepisluka-lukasosialini.
