Kepakan Sayap Malaikat Sejarah; Sebuah Alegori Walter Benjamin

Oleh Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, pernah bekerja di Deutsche Welle di Koeln dan Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, sekarang tinggal di Jakarta.

Gemuruh sendu mengggemuruh
Mengharu biru angkasa nusantara dari segala penjuru
Melintas di atas sana sayap-sayap malaikat sejarah
Berkepak-kepak menyusuri bercak-bercak darah korban reformasi 98
Membuntuti bokong dan mulut para pelaku
Yang masih berkeliaran di bumi, dengan tawa dan senyum

Ada apa dengan anak-anak di bumi nusantara ini
Mengapa terus berhalusinasi
Mengapa tidak mau tahu dengan darah dan orang hilang itu
Tangis dan teriakan mereka tidak pernah bisu
Dari liang lahat, mereka berteriak
Di manakah keadilan, di manakah keadilan

Jujurlah kepada sejarah demi pemanusiaan
Agar tidak terperangkap dalam lubang yang sama di hari-hari mendatang
Menulis ulang sejarah hanyalah usaha menormalisasi kejahatan
Maksudmu kutahu
Ditulis kembali untuk menghapus jahatmu
Untuk memutihkan hitam-mu

Lihat, malaikat sejarah sebentar lagi turun ke bumi
Membangkitkan semua orang mati korban reformasi
Lihat, sayap-sayapnya terkepak-kepak ditiup angin kencang
Terus melaju ke depan
Sementara kepala sang malaikat tetap menoleh ke arah mayat-mayat.***

(gnb:tmn aries:jkt:medio juni 2025: saat seorang menteri berniat menulis ulang sejarah tragedi 98 bahwa tidak terjadi kejahatan kemanusiaan. Puisi ini terinspirasi dari Engel der Geschichte = Malaikat Sejarah, sebuah alegori Walter Benjamin untuk melukiskan teriakan para korban yang menuntut keadilan).
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More