Kehidupan dan Misi Paus Fransiskus: Panggilan untuk Belas Kasihan dan Keadilan Sosial
Oleh: Pascual Semaun, SVD, Misionaris Indonesia di Paraguay-Amerika Latin
Dalam satu dekade terakhir, dunia menyaksikan hadirnya seorang pemimpin yang bukan hanya memimpin dengan katakata, tetapi dengan kesaksian hidup yang mendalam. Ketika dunia kehilangan Paus Fransiskus pada 21 April 2025, kita tidak hanya menyaksikan kepergian seorang pemimpin Gereja, tetapi juga padamnya sebuah suara kenabian yang selama lebih dari sepuluh tahun telah menjadi cahaya bagi mereka yang tersingkir dari arus utama kehidupan. Paus Fransiskus, gembala yang berasal dari ujung selatan benua Amerika dan Paus pertama dari ordo Yesuit serta dari benua Amerika, menjadikan pontifikatnya sebagai cermin dari Injil yang hidup—menyapa bukan hanya umat Katolik, tetapi seluruh keluarga manusia. Ia membawa angin segar dalam tubuh Gereja Katolik dan menawarkan suara kenabian yang lantang bagi dunia yang semakin terluka oleh ketidakadilan, eksklusi, dan krisis ekologis.
Sejak awal masa kepemimpinannya pada tahun 2013, ia tampil bukan sekadar sebagai penerus Takhta Petrus, tetapi sebagai seorang gembala dengan kelembutan seorang ayah dan semangat seorang revolusioner Injil. Belas kasih tidak hanya ia tafsirkan sebagai ajaran mulia, tetapi ia hidupi dalam tindakan nyata—menjadikan keadilan sosial dan pemeliharaan ciptaan sebagai bagian tak terpisahkan dari iman yang hidup. Melalui gaya kepemimpinan yang rendah hati, pendekatan pastoral yang akrab, serta keberpihakan kepada kaum marginal, Paus Fransiskus menghadirkan kembali wajah Gereja sebagai ibu yang berbelas kasih. Warisan yang ia tinggalkan tidak hanya memperbarui wajah Gereja Katolik, tetapi juga menggugah nurani dunia yang semakin tergerus oleh individualisme dan ketidakpedulian.