
Kaum Muda dan Mahasiswa di Antara Corong Aspirasi Rakyat dan Hegemoni Kekuasaan
Oleh Walburgus Abulat: Kolumnis, Penulis Buku Karya Kemanusiaan Tidak Boleh Mati, dan Aktivis Kemanusiaan Lintas Agama
Pemaknaan perjuangan dalam tiga episode waktu di atas, tidak terlepas dari daya animator peran mahasiswa dan pemuda. Di mana mereka dipanggil oleh aspirasi nurani nasionalismenya untuk turut serta sebagai aktor-aktris yang aktif, yang akhirnya mengantar bangsa ini ke depan pintu gerbang dan memasuki alam Kemerdekaan Negara Indonesia.
Dalam terang aspirasi dan tanggung jawab terhadap Negara Indonesia tercinta yang sama, maka tongkat estafet perjuangan mahasiswa diteruskan dalam episode mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, dengan tahun 1966 tercatat sebagai kesuksesan sejarahnya.
Kesuksesan ini mendapat makna politisnya dalam rangkaian aksi-aksi Tiga Tuntutan Rakyat atau yang dikenal Tritura. Tiga aksioma tegas Tritura: Bubarkan PKI, Turunkan Harga, dan Rombak Kabinet Dwikora. Dengan ini mahasiswa melalui panggilan aspirasi nuraninya turut meletakkan fondasi Orde Baru (Orba) dengan visi melaksanakan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Perjuangan mahasiwa juga menjadi nyata eksitensi mereka sebagai animator persatuan, agent of change (agen perubahan), corong aspirasi masyarakat, agent of democracy, suara dari kaum tak bersuara (voice of the voiceless), suara bagi kaum terpinggirkan (voice for the periphery) terlihat dalam perjuangan untuk meruntuhkan Era Orde Baru dan otoritas kekuasaan dan melahirkan era reformasi pada tahun 1998/1999. Era reformasi ini bertahan dengan pelbagai dinamika demokrasi dan geliat praktiknya hingga saat ini dan sekarang ini (hic et nunc).
