
Bersama bekas- bekas air mata yang sudah kering, mengenang kepergian Pater Servulus seperti memutarkan lagi sebuah film berdurasi tiga dekade di mana saya merasa sangat bersyukur boleh berjumpa dan mengenalinya.
Di Ledalero, bukit mentari, tiga dekade lalu, ketika memulai novisiat SVD tahun ’81. Dari kakak-kakak tingkat, kami diberitahu bahwa dia seorang ekseget. Kami hafal saja istilahnya tanpa mengerti. Sampai akhirnya dia mengajar kami Kitab Suci, entah apa judulnya, sudah lupa di tahun pertama novisiat.
Beberapa istilah dan frase yang dia gunakan, sangat mengena. Misalnya, dengan membaca kitab suci, kita akan merasa bebas dan ringan (Befreiungdan Erleichterung). Membaca Kitab Suci selayaknya seperti berbicara dengan sahabat, saling mendengarkan. Satu lagi istilah yang saat itu disebutkan dan tak akan pernah saya lupa: Sabda adalah kekuatan (=Word is power). Hampir pasti setiap kali pertemuan selalu ada istilah atau terminologi baru. Sejak saat itu, Pater Servulus, bagi saya, selalu identik dengan kebaruan (=novelty).