Hidup Pater Servulus, berkata: “Hey, kamu-kamu ini sejatinya orang kecil tapi kamu-kamu anggap diriorang besar. Jangan-jangan mampumu hanya jadi orang besar. Kamu tuhanya ikhlas berjiwa sosial dan dermawan kalau kamu kaya, sukses dan berkuasa. Kamu hanya sanggup menjadi pembesar. Kamu hanya sanggup memerintah dan menggantungkan diri pada orang yang kamu perintah.”
Dunia yang gegap gempita ini memang tidak nyata bagi Pater Servulus. Kalaupun dianggap nyata tapi dia tidak tertarik. Dia meninggalkan harta, kekuasaan dan segala-galanya. Dia bahagia dan khusyuk dalam kesunyian, kekecilan dan ke-tiada-apa-apa-nya di Soverdi Ruteng, melalui hal-hal kecil yang sepele: mendengarkan keluhan sesama, duduk berjam-jam syering dan berbagi, tanpa harus bersibuk-sibuk membuat jadwal dan protokol kesehatan, sambil menaburkan kasih sayang sebisa-bisanya dan sehabis-habisnya. Inilah ‘kata-seindah bunga’-nya yang tak terlupakan. Dan inilah seindah-indahnya kehidupan.
Bahagia di surga, Pater Servulus. Saya dan kami adik-adikmu di sini sedang terjerembab dalam peradaban yang sampai hari ini menjalankan salah sangka yang luar biasa terhadap keindahan. Berlagak jadi orang besar dan hebat yang disangka dengannya bisa merebut dunia dan surga dalam sekali sapuan.