Inilah ‘kata seindah bunga’-nya Pater Servulus. Di hari-hari ini, makin ke sini, keindahan seperti ini makin langka. Makin tersisih dan tidak laku oleh kebisingan peradaban akselerasi informasi. Di mana-mana orang riuh rendah mengejar dunia. Di mana-mana orang ribut curhat tentang dunia. Dari hembusan delapan penjuru angin, dari bawah sampai atas, pada segmen dan level sosial mana pun, suara-suara menuturkan keluhan-keluhan manusia tentang dunia: kemiskinan, kesulitan mencari nafkah, susahnya dapat kerjaan, kompetisi baku sikut untuk menjadi berlebih dan seretnya usaha.
Solilokui
Terkadang dalam solilokui, saya bertanya kepada diriku sendiri ketika bermenung tentang betapa khusyuk dan bahagianya Pater Servulus di hari-hari tuanya dalam kesunyian seorang kecil dan bukan siapa-siapa melayani sekian banyak orang yang tiap hari antri di depan kamarnya, yang tentu mengabaikan protokol covid-19 dan sering lupa mengurus dirinya sendiri serta seringkali baru makan siang ketika hari menjelang senja. Tapi semuanya dia dengan senang hati dan enteng melakukannya hingga dia sendiri dijemput oleh covid-19 dalam sebuah kematian yang sunyi. Dia pergi, tenang dan bahagia, dalam ke-tiada-apa-apa dan kekecilannya.